namun tak banyak yang bisa kita tau dari perjalanan Sejarahnya, akibat dari rasa penasaran saya terhadap sosok yang konon di yakini memiliki ajian Rawa Rontek, ajian Halimun dan ajian Pancasona ini membuat saya bersemangat berkunjung ke mesium Bahari Jakarta dan Situs Rumah Si Pitung di Marunda.
Ini mungkin yang namanya bekerja sambil belajar dan senang rasanya jika bisa berknjung ke salah satu komunitas suku bangsa dan mempelajari sejarah dan budaya mereka. siang itu Sabtu 20 Mei 2017 saya kebetulan mendapat tugas di daerah Marunda, sayapun menyelesaikan tugas secepatnya agar bisa berkunjung ke situs Rumah Si Pitung,
Di kelilingi bakau dan kapal kapal akhirnya saya sampai juga di Rumah Si Pitung dan ternyata yang di bilang Rumah Si Pitung tidak seperti rumah rumah Betawi pada umumnya, tetapi justru Rumah Panggung seperti rumah rumah orang Sulawesi, seperti Bugis, dan Buton
Dari hasil cerita yang di dapat situs rumah tersebut memang bukanlah rumah asli Si Pitung, rumah itu sebenarnya adalah rumah yang di jadikan tempat persembunyian kelompok Pitung, rumah ini adalah rumah seorang tuan tanah Bugis bernama Haji Saifudin (ada yang mengatakan Haji Saifudin ini adalah kakek Pitung sendiri) yang kemudian di jadikan tempat persembunyian oleh Salihun dan kelompoknya ketika di kejar oleh Belanda. Situs Rumah Si Pitung di Marunda ini sediri menurut pengunjung situs yang saya tanyakan Salihun atau Si Pitung ini berasal dari Marunda karena kakeknya adalah Haji Saifudin, ada perbedaan informasih di mana ada yang mengakan Salihun (Si Pitung) sendiri lahir tahun 1864 dan di besarkan di Rawa Belong, anak dari Piun dan Pinah dan memiliki 4 bersaudara, di Rawa Belong inilah Salihun tumbu menjadi anak yang pemberani karena di daerah ini dulunya di kenal sebagai arena tarung para jawara silat. ketika remaja Salihun belajar Islam dari gurunya Sapirin bin Usman bin Fadli, dan belajar ilmu silat Cimande Sera dari gurunya yang bernama Haji Naipin., (ada juga yang mengatakan Salihun lahir pada tahun 1840 dan meninggal pada tahun 1870.)
Beranjak dewasa Salihun kembali ke rumah orang tuanya dan bekerja sebagai pemetik atau pemanen hasil bua buahan dan menjualnya di pasar Rawa Belong. Salihun mulai di kenal dan di segani ketika dalam perjalanan pulang dari pasar Salihun di cegat dan ingin di rampok oleh kelompok Rais (Jawara Legoa keturunan Bugis). Salihun di bantu Ji'ih berhasil mengalahkan kelompok itu dan kelompok itu tunduk pada Salihun dan meminta Salihun untuk menjadi pemimpin mereka karena kehebatannya. mereka kemudian menjadi satu kelompok yang kuat dan saling berbagi ilmu silatnya, kelompok ini terdiri dari Salihun (Si Pitung), Ji'ih, Rais, Abdulrahman, Mat ebul, Tocang dan Mujeran. dari setiap kelompok ini beraksi selalu yang di bawa adalah nama Pitung, baik Ji'ih, Rais, Abdulrahman, Mat ebul, Tocang dan Mujeran jika di tanya dalam aksinya selalu mengaku sebagai Pitung, dari sinilah muncul anggapan bahwa nama Pitung sebenarnya bukanlah nama orang melainkan nama sebuah kelompok atau organisasi mengingat dalam bahasa Cirebon sampai Banten, Pitungan artinya bertuju bahkan saat itu Belanda sendiri menyebut seorang Pitoeng yang mengandung arti seseorang dari kelompok Pitoeng menunjukan bahwa Pitung adalah nama Kelompok.
aksi aksi Salihun dan kelompoknya di mulai dari 26 Juni 1892 sampai 19 Oktober 1893 membuat Belanda kewalahan dan membuat semacam syembara untuk menangkap Salihun hidup atau mati dengan imbalan hadia 400 gulden
pada masa persembunyian salihun dan kelompoknya kelap kali berpindah pindah. salah satunya di rumah Haji Saifudin dan di sinilah Salihun jatu hati pada seorang gadis bernama Aisyah anak dari seorang guru silat dari kali baru bernama Abdul Halim. dari Abdul Halim ini Salihun belajar ilmu silat untuk menamba ilmu silatnya. di masa persembunyain di marunda kelompok ini tak bertahan lama mereka kemudian terpencar karena Belanda mengetahui tempat persembnyainnya dan dalam perlawanan melawan Belanda ada yang lolos ada yang meninggal, Sementara Salihun sendiri kemudian meningkir ke daerah Kota Bambu namun lagi lagi di ketahui oleh Belanda, dan terjadi juga perlawanan di daerah ini, Salihun kemudian menghindar ke arah Tanah Abang namun akhirnya Salihun tertembak dan meninggal pada tang 17 Oktober 1893 dalam usianya 29 tahun di tempat itu.
sedikit cerita yang saya dapat benar tidaknya masih perlu di pelajari lagi, namun satu hal yang terlintas di pikiran saya, Salihun (si Pitung) adalah seorang pejuang, mengapa si Pitung tidak di perjuangkan menjadi Pahlawan Nasional oleh orang Betawi?
Ruang Makan situs Rumah Si Pitung, Marunda