Cerita Dari sahabat
Faisal Raouf
Ada sebuah cerita menarik
yang berkisah di sebuah terminal bandara. Saat itu seorang wanita kira-kira
berusia kurang dari 25 tahun sementara menunggu pesawat yang jadwalnya
mengalami delay. Wanita tersebut cukup cantik dan menarik bagi sebagian besar
pria, dan hebatnya wanita tersebut tahu dengan potensi yang dimilikinya. Namun,
kali ini kita tidak akan bercerita tentang siapa wanita tersebut dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan kecantikannya. ;)
Oke, mari kita lanjutkan…
Untuk menemaninya menanti pesawat yang terlambat, maka wanita tersebut
memutuskan membeli sebungkus makanan ringan (kue) dan sebuah novel tipis, yah
itung-itung membunuh waktu fikirnya. Dia kemudian mencari kursi yang kosong di
terminal, dan setelah mendapatkannya, iapun larut dalam bacaannya sambil sesekali
tangannya memasukkan kue-kue kecil ke dalam mulutnya.
Tanpa ia sadari, ternyata disebelah kanan tempat ia duduk, ada seorang pria
yang…Astaga..!!, tanpa malu-malu memakan kue-kue kecil dari kantong yang sama
yang terletak diantara mereka. Lucunya lagi, setiap ia mengambil satu kue,
lelaki tersebut mengikuti dengan mengambil satu kue juga dan kemudian tersenyum
manis padanya. “Kurang ajar cowok ini, berani-beraninya ia memakan kue milikku,
tanpa permisi dan tanpa perasaan bersalah”, fikirnya. Akhirnya tiba waktunya
dimana dalam bungkusan tersebut hanya tersisa satu potong kue, ia kemudian
menahan keinginannya untuk menghabiskan kue tersebut dan menanti kira-kira apa
yang akan dilakukan pria ini. Tanpa ia sangka, pria tersebut mengambil potongan
terakhir dari kue yang tersisa, kemudian membaginya menjadi 2 dan menyerahkan
potongannya pada wanita tersebut dengan tersenyum manis dan memakan potongan
yang satunya lagi.
Dengan rasa jengkel yang memuncak, wanita ini kemudian merampas potongan kue
tadi, dan membelalak pada pria tersebut untuk menunjukkan ketidaksenangannya.
Untunglah tidak lama setelah itu, pemberitahuan pihak bandara menyatakan bahwa
pesawatnya telah tiba dilandasan dan siap melakukan perjalanan berikutnya.
Tanpa menunggu waktu wanita ini langsung bergegas pergi meninggalkan tanda
tanya di wajah pria misterius tadi.
Didalam pesawat, wanita ini masih menyimpan kejengkelannya dengan beberapa kali
menggerutu jika mengingat apa yang barusan ia alami. Dan, seperti lazimnya
pesawat sebelum berangkat, diumumkanlah apa yang boleh dan yang tidak boleh,
termasuk tidak boleh mengaktifkan handphone selama dalam perjalanan. Wanita ini
tersadar dari lamunannya akan kejadian tadi dan langsung merogoh tas kecilnya
untuk mematikan HP miliknya. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika jari-jarinya
seolah memegang sebuah bungkusan yang sepertinya sangat ia kenal dalam tas
kecil tersebut. Begitu ia mengangkat tangannya keluar dari tas, ia sangat
shoock karena jari-jarinya menggenggam sebuah bungkusan kecil yang didalamnya
berisi kue-kue yang baru dibelinya di terminal tadi. Ia tercekat dan kaget..,
“bagaimana mungkin?” fikirnya. Setelah ia terjaga dari keterkejutannya, iapun
merasa sangat bersalah dengan semua fikiran dan sikap yang telah ia tunjukkan
pada pemuda di terminal tadi. Ternyata bukan pemuda itu yang tidak tahu malu,
bukan pemuda itu yang kurang ajar, tapi dirinyalah kiranya…
Hehehe.., cukup menarik bukan? Nah apa yang bisa kita cerna dari cerita singkat
tersebut diatas..? Apa yang anda fikirkan ketika membaca baris-baris awal pada
paragraph pertama cerita tersebut? Yah, mungkin anda mengira kita akan
bercerita mengenai wanita tersebut dengan segala pesonanya, ternyata tidak
bukan? Kita malah bercerita tentang sebuah kejadian lucu yang melibatkan orang
lain. Kemudian apa yang muncul dalam fikiran wanita tersebut sebelum mengetahui
bahwa kue yang ia makan ternyata bukanlah miliknya? Scenario dari cerita diatas
menggambarkan tentang sebuah PARADIGMA. Wanita dalam cerita
kita memiliki paradigma yang tentunya sangat berbeda dengan paradigma yang
dimiliki oleh pria disebelahnya, begitu juga setelah wanita tersebut tahu bahwa
yang ia makan bukanlah kue miliknya, bagaimana sebuah pergeseran paradigma
(paradigm shift) telah terjadi.
Apa sih Paradigma itu..?
Paradigma berasal dari bahasa Yunani yang artinya pola, model, gambaran atau
sesuatu yang mewakili hal lain. Hal ini muncul dari anggapan yang ada didalam
benak kita tentang hal-hal disekitar kita. Dan citra dalam fikiran kita tentang
realitas yang datang dari latar belakang dan pengalaman kita. Bahasa
sederhananya, Paradigma adalah sebuah “peta” yang ada dibenak anda, saya dan
kita semua.
Covey dengan bahasanya menyatakan bahwa “Kita senantiasa merasa memandang
dunia sebagaimana adanya, padahal sebenarnya kita memandang dunia seperti citra
yang kita miliki. Kita proyeksikan kedunia luar, ke lingkungan, pada
orang-orang sekitar kita, termasuk pada diri kita sendiri. Kita memproyeksikan
latar belakang, pengalaman, anggapan, model, keinginan dan asumsi kita tentang
realitas. Dan kita rasa itulah keadaan yang sebenarnya”.
Kita seringkali menggambarkan diri kita, atau sebuah situasi, seolah-olah
itulah kenyataan yang ada. Padahal kita menggambarkan diri kita menurut
kerangka persepsi, kerangka referensi, pandangan-pandangan kita, juga sistem
nilai dan masa lalu kita. Dan kita memproyeksikan semua hal tersebut keluar.
Cerita diatas menggambarkan sebuah paradigma, bahkan oleh andapun yang
membacanya, tentu memiliki paradigma yang mungkin sama atau berbeda dengan si
wanita tadi. Sebelum kita tiba pada akhir cerita, tentu sebagian dari anda juga
memiliki paradigma yang mengatakan bahwa pemuda tersebut kurang ajar, tidak
tahu sopan santun, dan mungkin pernyataan negatif lainnya.
Mengapa hal tersebut terjadi? Jawabannya karena inilah paradigma. Pada saat
situasi terjadi di terminal tadi, wanita tersebut atau bahkan anda
memproyeksikan keluar segala-sesuatu yang anda ketahui berdasar pada pengalaman
masa lalu anda, dari persepsi dan kerangka berfikir anda yang memberikan anda
kesimpulan bahwa apa yang dilakukan pemuda itu adalah sebuah hal yang salah/
tidak benar, dan wanita tersebut merasa bahwa itulah kenyataan yang sebenarnya.
Padahal…?! Tidak selalu demikian bukan?
Paradigma adalah Sumber Perilaku
Paradigma adalah sumber perilaku kita. Kita bersikap dan bertindak juga
berdasar pada paradigma yang kita miliki, bahkan keyakinan dan kepercayaan yang
membangun diri kita (belief system), juga dibangun dari paradigma. Jika “Peta”
yang kita miliki akurat, barulah perilaku dan sikap kita menjadi penting.
Begitu pula sebaliknya.
Pernah mendengar cerita dalam sebuah Kereta bawah tanah..?, dimana sekelompok
anak berlari memasuki sebuah kereta diikuti oleh Ayahnya. Anak-anak ini berlari
kesana kemari, membuat kegaduhan dan sangat mengganggu penumpang lainnya.
Paradigma yang ada dalam benak setiap penumpang kemungkinan mempertanyakan hal
ini, “Bagaimana sih Ayah anak-anak ini, dia tidak melakukan apapun dan hanya
membiarkan anak-anaknya mengganggu orang lain?”.
Paradigma yang ada pada penumpang saat itu kemudian membentuk sikap, dengan
berusaha mengendalikan diri dan kemungkinan berfikir “yah, namanya juga
anak-anak”. Tapi setelah beberapa waktu berlalu, seorang penumpang sepertinya
sudah tidak tahan dengan kegaduhan yang diperbuat oleh anak-anak tersebut, dan
seketika itu pula sikapnya berubah menjadi perilaku. Ia mendekati ayah
anak-anak tersebut dan berkata, “Pak, bisakah anda mengendalikan andak-anak
anda? mereka mengganggu penumpang yang lain”. Ayah sang Anak mengangkat
kepalanya, seolah-olah baru sadar yang terjadi dan kemudian berkata dengan
lirih, “Yah.., saya tidak tahu, saya hanya…, Kami baru dari rumah sakit. Ibu
mereka meninggal satu jam yang lalu. Mereka mungkin tak tahu bagaimana menerima
kenyataan ini…, dan jujur saja, saya juga tidak tahu…”.
Bayangkan pergeseran paradigma yang terjadi pada penumpang kereta tersebut, dan
khususnya penumpang yang bertanya...? Bayangkan sikap dan perilaku yang akan
diambil oleh penumpang tersebut berdasar pada paradima barunya..?
Bisakah kita lihat bahwa Paradigma jauh lebih penting dari sikap atau
perilaku..? Dan tahukah anda bahwa apa yang kita bicarakan ini, dalam konteks
personal dan interpersonal, juga berlaku bagi seluruh masyarakat kita..?
Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution
menyatakan dengan tegas dan konsisten hal ini, “All the significant
breakthroughs were break-withs old ways of thinking”. (Semua terobosan
penting adalah pemutusan dari cara berfikir lama). Begitupula Einstein
mengatakan, “The Significant problems we face, cannot be solved at the
same level of thinking we were at when we created them” (Masalah
penting yang kita hadapi, tak dapat dipecahkan pada tingkat berfikir yang sama
dengan saat kita menciptakan masalahnya).
Jelas bahwa kita perlu bercermin dan introspeksi untuk menjelajahi paradigma
kita. Banyak orang berfokus pada sikap dan perilaku, dan keduanya penting,
tetapi yang jauh lebih mendasar dan lebih penting lagi adalah PARADIGMA.
Banyak orang yang ingin meningkatkan kualitas hidupnya berupaya bekerja lebih
keras, lebih giat, bangun lebih pagi, dan menghabiskan waktu lebih banyak untuk
bekerja dengan harapan memperoleh hasil yang lebih baik. Hal ini tidak salah,
tapi bagaimana jika hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan..?
Kemungkinan kita perlu mengkaji kembali paradigma yang kita miliki mengenai hal
tersebut.
Bisakah anda melihat bahwa ada siklus yang terjadi dalam hal ini. Paradigma
membentuk sikap dan perilaku kita, Perilaku (tindakan) kita kemudian memberikan
hasil. Dan jika Hasil yang kita peroleh bermanfaat atau positif tentunya akan
memperkuat kembali paradigma yang kita miliki, namun jika hasil yang kita
peroleh tidak sesuai dengan harapan kita, maka kita akan meragukan dan
menpertanyakan paradigma kita sebelumnya.
Covey menyatakan bahwa, “Jika anda menginginkan perubahan/ perbaikan kecil,
ubahlah sikap atau perilaku anda. Tapi jika anda menginginkan perubahan besar,
menginginkan sebuah Quantum Leap, anda tidak cukup hanya dengan merubah
perilaku, Anda harus merubah paradigma anda”.
Jika paradigma anda dalam bekerja keliru, sekuat apapun, sekeras apapun,
sebanyak apapun waktu yang anda habiskan untuk bekerja tidak akan memberikan
hasil yang memadai. Anda harus bisa merubah paradigma anda tentang pekerjaan
anda. Dengan demikian anda akan melihat perubahan besar yang terjadi dalam
pekerjaan anda tersebut. Hal ini juga berlaku dalam segala aspek kehidupan
anda. Bahkan paradigma sangat mendasari manajemen dan kepemimpinan organisasi
dewasa ini. “Leadership examines the paradigms, Management works through
existing paradigms”. (Kepemimpinan Menguji paradigma--mempertanyakan
dasar paradigmanya. Sementara Manajemen bekerja dengan paradigma yang ada).
Oleh karena itu, kita perlu mendapatkan pengertian yang tepat tentang realitas
yang ada. Misalnya, jika “Peta” kita tentang bekerja telah akurat, apakah
pekerjaan menjadi bermakna? Saat ini, tentu saja Iya. Kita perlu berusaha
memahami prinsip untuk mengembangkan paradigma, peta dalam benak kita yang
menggambarkan realitas, mencerminkan hakikat dari kenyataan yang obyektif dan
faktual.
Terima Kasih. Mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.